Sebenarnya di alam semesta ini ada hal-hal yang sangat ajaib yang sangat sulit diungkapkan oleh kata-kata sederhana. Selain alam yang begitu rumit proses penciptaannya, tingkat ketelitiannya, hingga interaksinya yang sangat dinamis antara satu makhluk hingga makhluk yang lain, kita pun takjub hingga mengucapkan:
ربنا ما خلقت هذا باطلا. سبحانك فقنا عذاب النار
Tuhanku, tidaklah Engkau ciptakan segala hal ini secara sia-sia. Maha suci Engkau. Lindungilah kami dari adzab neraka.
Itulah ciptaan-Nya yang selalu membuat kita takjub dan kagum. Bahkan, seekor lalat pun, kalau dia memakan sesuatu, kita tak dapat mengambilnya kembali karena memang struktur pencernaan lalat itu unik. Kalau dia makan, langsung terserap ke seluruh tubuh.
Tapi Ada yang Lebih Unik Lagi
Ialah bacaan; yang disimbolkan dengan buku.
Tulisan di blog ini adalah misalnya. Sudah berapa huruf yang kamu baca? Apakah kamu bisa menangkap makna dari goresan-goresan garis yang membentuk simbol-simbpl alfabet? Bisa kan? Anehnya, kok bisa ya? Padahal aku nggak bertemu denganmu. Padahal lisanku tak menyentuh daun telingamu. Padahal bisa jadi kamu membaca ini ketika aku sudah tiada.
Ketika sebuah karya selesai ditulis, maka pengarang tak mati. Ia baru saja memperpanjang umurnya lagi.
~ Helvy Tiana Rosa
Entah mengapa aku kagum dengan sebuah sosok bernama buku. Dia hanyalah kertas; dengan goresan-goresan tinta yang mengotori keputihan dzatnya. Namun, kekotoran-kekotoran itulah yang menyampaikan makna-makna kepada para pembacanya. Jika yang disampaikannya adalah kebaikan, maka akan mendapat pahala lah penulisnya. Namun, jika yang ditulisnya adalah keburukan (misalnya mengaja pacaran sebelum halal) maka mendapat dosa penulisnya sesuai dengan berapa banyak orang yang terinspirasi dari tulisan tersebut.
Satu buku saja sebelum mati.
Aku lupa quote di atas dari grup kepenulisan yang mana. Karena dulu ikut banyak grup sih (kalau sekarang ODOP aja supaya nggak terlalu sibuk di media sosial) sehingga terlalu banyak quote berfaedah yang mampir di kepalaku. Apakah itu quote dari Bang Syaiha selaku founder ODOP, atau dari Bunda Asma Nadia dari Komunitas Bisa Menulis, atau apakah dari Nulis Aja Community? Entah. Aku lupa.
Namun memang dengan menulis, kita bukanlah melakukan sesuatu yang sia-sia. Ianya adalah investasi akhirat, dibandingkan dengan investasi dunia yang nggak seberapa. Hingga memang ada orang-orang yang berkata: Buat apa profesi menulis? Bisa buat kaya?
Biarlah tetangga ingin mengatakan apa. Aku tak peduli.
Namun, jangan sampai hanya karena tergiur pada kesenangan sesaat, kita menuliskan sesuatu yang mengundang murka Allah; semacam menjadi buzzer untuk mengkampanyekan Islam Liberal atau LGBT atau menipu netizen atas nama Islam. Itu kamu dapat duit berapa dari pekerjaan laknat tersebut?
Sekali lagi, berbicara tentang buku tidak lagi berbicara tentang lembaran-lembaran kertas yang kini mulai digantikan oleh sebuah kaca berbentuk kotak yang selalu dipencet-pencet manusia: smartphone. Itu juga buku: buku digital.
Namun, aku selalu kagum pada para ulama yang menuliskan ilmunya. Jasadnya sudah tiada namun seolah-olah mereka duduk di hadapan kita, mengajarkan kalam-kalam Allah dan Rasul-Nya di hadapan kita; macam talaqqi. Ya Allah, semoga pahala senantiasa menyertai mereka, guru-guru mereka, orangtua mereka, dan keluarga mereka.
Entah apa jadinya manusia tanpa buku; apakah ianya masih disebut manusia?
Benarlah jika Ibnu Khaldun memberikan definisi tentang manusia adalah: hewan yang berakal.